Asahan, Metropos24.com – Sejumlah oknum pejabat diduga berpoligami, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Asahan diminta untuk tetap menerapkan PP Nomor 10 Tahun 1983 jo PP Nomor 40 Tahun 1990 sebagaimana telah diubah menjadi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan atau Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal itu dipertegas Ustadz Rifai, Jum’at (24/11/2023) saat dimintai tanggapannya di Kisaran.
Tak hanya itu kata Ustadz Rifai, Pemkab Asahan juga harus dituntut untuk menerapkan PP Nomor 53 Tahun 2010 jo Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin ASN/PNS. Poligami atau permaduan adalah sisitem perkawinan yang memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya. Dia mencontohkan, seperti kasus poligami oknum Kasipem Kecamatan Sei Kepayang Barat dengan Sekdes Jawi-jawi, salah satu oknum pejabat di Kelurahan, pejabat di Sekretariat DPRD Kabupaten Asahan maupun pejabat lainnya. Oleh karena itu, dia menegaskan agar Pemkab Asahan serius menerapkan peraturan itu terhadap ASN/PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Asahan termasuk dalam hal memberikan jabatan kepada bawahannya terlebih dahulu harus diselektif, saran Ustadz Rifai.
Menurutnya, berdasarkan PP Nomor 45 Tahun 1990 menetapkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir bhatin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka beristri lebih dari seorang dan perceraian sejauh mungkin harus dihindarkan.
PNS/ASN adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan atau ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk menyelenggarakan kehidupan berkeluarga.
Memang dalam Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Syarat poligami baik dalam fikih maupun dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu adil secara lahir maupun bhatin. Disisi lain ada persyaratan yang harus dipenuhi, diantaranya harus bisa berlaku dan bersikap adil pada semua isterinya secara harfiah maupun lahiriah. Akan tetapi didalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 khususnya perempuan PNS tidak boleh dijadikan sebagai isteri kedua, ketiga dan keempat. Dalam tujuan teori PP No 45 Tahun 1990 tidak mengandung masalah, bahkan menimbulkan mafsadah karena hal ini berhubungan dengan Al-Qur’an surat An-Nisa ayat (3), terangnya.
Akibat dari melanggar PP No 45 Tahun 1990 dalam artian tidak sesuai pada pasal 15 ayat (2) “PNS wanita yang melnggar PP No 45 Tahun 1990 pada pasal 4 ayat (2) akan dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian dengan tidak hormat sebagai PNS” berdasarkan PP tersebut. Maka, dalam UU Perkawinan dasar hukum yang digunakan tidak lain adalah pada pasal 29 UUD 1945, sehingga pasal-pasal yang ada didalam suatu norma harus dijiwai dan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Pasal 29 UUD 1945. Artinya, semua ketentuan termasuk perkawinan harus sesuai dengan Pasal 29 yang menjadi syarat mutlak, tegas Rifai.
Berita sebelumnya, menanggapi persoalan poligami seorang ASN/PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Asahan, Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Asahan, Sukerdinata, mengatakan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil diperbolehkan asalkan ada persetujuan dari isteri pertama, katanya.
“Diperbolehkan berpoligami asalkan isteri pertama merestui dan menyetujuinya apabila sudah ada keputusan sidang Pengadilan Agama dalam izin poligami dan jangan lupa melibatkan Pengadilan Agama. Selagi isteri pertama tidak keberatan ya gak ada masalah. Tetapi, apabila isteri pertama keberatan dan melaporkannya akan kita proses,” tegasnya. (ZN)