Asahan,metropos24.com Ribuan botol larvasida malaria berbiaya ratusan juta rupiah yang bertujuan untuk membasmi jentik-jentik ditemukan menumpuk di gudang Farmasi Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Asahan.
Padahal, ribuan botol larvasida tersebut seharusnya sudah didistribusikan ke masyarakat melalui puskesmas sejak beberapa bulan lalu sebagai langkah pemerintah daerah dalam tindakan preventif penyebaran malaria.
Kepala Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Pemkab Asahan, Chadizar Siregar menyebutkan, ada lima ribuan botol stok larvasida yang dibeli oleh pemerintah daerah melalui dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Asahan tahun 2023.
Dari data yang diperoleh, obat-obatan pembasmi larva ini telah mengendap sejak tahun lalu. Obat-obatan tersebut ditemukan menumpuk di gudang Farmasi Dinas Kesehatan Pemkab Asahan. Sementara Kabupaten Asahan termasuk tiga kabupaten dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara yang dinyatakan Dinkes Sumut sebagai daerah endemik malaria. Ketiga kabupaten itu adalah Kabupaten Batubara, Asahan dan Labuhan Batu Utara (Labura).
Persoalan mengendapnya ribuan botol larvasida ini terungkap tidak adanya ditemukan pendistribusian insektisida anti jentik jentik malaria ini ditengah masyarakat yang tinggal dalam kawasan endemis malaria terutama di Kecamatan Kota Kisaran Barat dan Timur yang kasus malarianya lebih tinggi dibandingkan kecamatan lainnya.
“Setahu saya memang tidak ada pendistribusiannya,”ujar seorang pejabat Puskesmas yang namanya sengaja disembunyikan. Sampai saat ini, kata pejabat Puskesmas itu, tidak ada satupun Puskesmas yang telah menerima alokasi obat Larvasida. Padahal sambung dia lagi, dari data yang dirilis Pemkab Asahan, Puskesmas tersebut masuk dalam kawasan endemik malaria. Kalau ada pastilah kami salurkan ke masyarakat,” kata pejabat ini lagi.
Setiap tahun sebutnya, ada ratusan warga yang menjadi korban wabah malaria di daerahnya. Namun sampai saat ini tidak ada tindakan larvasidasi dan tindakan penyemprotan atau yang disebut dengan tindakan IRS (Indor Residual Spray) sebagai tindakan penanggulangan dan atau pencegahan ke rumah-rumah warga. “Bahkan petugas sering kesulitan obat dalam memberi pelayanan medis kepada para penderita malaria,” terangnya.
Kepala Gudang Farmasi Dinkes Asahan, Chadizar Siregar mengakui, obat-obatan Larvasidasi tersebut telah mengendap berbulan-bulan di gudang farmasi. “Obat-obat ini mengendap karena tidak ada perintah dari Dinas (Dinkes Asahan-red) untuk mendistribusikannya,” ujarnya, Jum’at kemarin (12/1/2023) di gudang farmasi.
Soalnya kata Chadizar, pendistribusian obat baru dilakukan setelah ada surat perintah dari kepala dinas. Selagi tidak ada perintah maka tidak ada kewenangan pihaknya untuk menyalurkan obat-obatan ke seluruh Puskesmas. “Tugas kami hanya menyimpan obat-obatan dan mengeluarkannya jika ada perintah dari Dinas,” jelasnya.
Chadizar mengungkapkan, khusus untuk larvasida malaria diterima pihaknya untuk di simpan di gudang farmasi sejak September tahun lalu. “Kalau tidak salah sejak awal September,” katanya didampingi sejumlah staf farmasi.
Saat ini pejabat Dinkes Asahan baru kasak kusuk untuk segera mendistribusikan ribuan botol Larvasida kepada masyarakat sejak wartawan turun menyelidiki persoalan ini. Sebelumnya dibiarkan berbulan-bulan obat pemberantas jentik itu menumpuk di gudang farmasi. “Baru hari ini turun perintah pendistribusiannya ke Puskesmas,” aku Chadizar.
Dinkes Asahan sebutnya lagi, barusan mengeluarkan perintah lewat bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) kepada pihaknya untuk segera mendistribusikan larvasida. “Surat perintahnya baru hari ini kami terima,” bebernya.
Rencananya pendistribusian Larvasida malaria akan disalurkan kepada 30 Puskesmas se- Kabupaten Asahan dan diestimasikan selesai hingga akhir Januari 2024. “Alokasi banyaknya berbeda-berbeda, tergantung jumlah KK dan endemik dan tidak endemiknya di daerah itu,” katanya.(ZN).